Zainul Mustofa

Laki-laki, 18 tahun

suroboyo, Indonesia

Banggalah pada dirimu sendiri, Meski ada yang tak Menyukai. Kadang mereka membenci karena Mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.
::
WELCOME
Zainul Mustofa
Salam Satu Nyali

Navbar3

Search This Blog

Download Buku Madig (Majalah digital) Sejarah persebaya

Silakan di download dan di baca di rumah buku madig (majalah digital) Persebaya karo ngopi2 rek

Contoh



klik download

jika ingin download lebih lengkap buku bonek berubah madig klik download

Live demo buku bonek madig klik disini

Live demo madig video bonek klik di sini

SalamSatuNyali WANI
Read More --►

Hack Facebook menggunakan software

Software hack facebook Hack 2.0
Download di sini Klik

Download Password di sini Klik

INGAT JANGAN DI SALAH GUNAKAN

BONEK CYBER LINK, BONEK WEBMASTER, BONEK BLOGGER

Official website zainul mustofa
Read More --►

Polisi Terapkan Standar Ganda untuk Persebaya?


Selasa, 23 April 2013 
ZM (beritajatim.com) - Rabu, 6 Maret 2013, seorang warga Gresik beratribut Bonek tewas dikeroyok segerombolan Aremania yang hendak menyaksikan pertandingan Arema melawan Gresik United di Stadion Petrokimia.
Keluarga korban tidak menuntut balas dan mengikhlaskan kematian sang anak yang masih belia. Namun mereka menuntut kepolisian mengusut kejadian itu, dan menangkap pelaku pembunuhan.

Senin, 15 April 2013, Andi Peci, salah seorang Bonek asal Manukan, Surabaya, dibacok oleh segerombolan orang tak dikenal. Sebelum aksi pembacokan, Peci sempat memimpin aksi unjuk rasa ribuan Bonek di depan kantor walikota, dan menuntut perlakuan adil dari PSSI terhadap Persebaya Surabaya. Peci meminta kepada polisi agar segera menangkap pelaku pembacokan.

Kita tidak tahu seberapa keras aparat kepolisian bekerja. Namun dua kasus di atas, yang terkait dengan Bonek, memiliki kesamaan: belum terusut tuntas. Kita belum mendengar ada pelaku pembunuhan di Gresik dan pembacokan di Surabaya yang berhasil ditangkap. Kalangan Bonek di sejumlah laman fans page pun menilai, polisi memiliki standar ganda dalam bekerja.

Tudingan adanya standar ganda dalam bekerja bukannya tanpa alasan. Saat ada yang Bonek melakukan tindakan kriminal, polisi bertindak cepat menangani. Pembunuh suporter Lamongan yang melakukan 'sweeping' terhadap Bonek beberapa tahun lalu bisa dibekuk dengan cepat dan diadili. Begitu juga saat terjadi tindakan kriminal lainnya dengan pelaku Bonek, polisi bergerak tangkas dan akas.

Standar ganda aparat kepolisian juga ditunjukkan dalam pemberian izin laga pertandingan untuk Persebaya. Kepolisian Surabaya melarang Persebaya bertanding dengan penonton. Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Komisaris Besar Tri Maryanto hanya mengatakan, situasi belum kondusif. Tidak jelas juga, bagaimana parameter situasi dikatakan kondusif dan tidak kondusif versi polisi.

Jika parameternya adalah potensi amuk suporter, tiga kali aksi unjuk rasa damai ribuan Bonek dengan isu sensitif sudah menunjukkan tidak terbuktinya kekhawatiran polisi. Jika acuannya adalah laga kandang Persebaya di Liga Primer Indonesia, kekhawatiran polisi soal amuk suporter juga tak terjadi. Belum pernah ada kerusuhan masal yang melibatkan Bonek. Bahkan, insiden gas air mata di Gelora 10 Nopember yang mengakibatkan saat kematian Purwo, salah satu Bonek, pada 2012 silam, tidak terjadi kerusuhan sebesar tahun 2006. Situasi di sekitar stadion berjalan normal, dan warung-warung saat itu tetap buka.

Bila acuannya adalah insiden Tol Simo medio Maret 2013 lalu, maka rasionalisasi pelarangan laga Persebaya dengan dihadiri penonton justru tak tepat. Insiden yang mengakibatkan jalur tol terblokir tujuh jam itu tak terkait dengan pertandingan Persebaya. Bahkan, Persebaya tak berlaga saat itu. Insiden Tol Simo terjadi justru karena kelalaian aparat kepolisian sendiri yang mengizinkan Aremania melintasi jalur Surabaya dalam jumlah besar dan atraktif. Aparat polisi tidak sensitif terhadap potensi kerawanan kala itu.

Jika pelarangan laga sepak bola dihadiri penonton adalah standar antisipasi potensi kerusuhan, kita semua masih ingat pada 2008 silam, hal itu tidak diberlakukan untuk Arema Malang, setelah suporter klub itu terlibat kerusuhan besar di Kediri. Saat itu, kerusuhan benar-benar terkait dengan laga sepak bola Arema dan memorak-porandakan Stadion Brawijaya. Namun, kita tahu, setelah itu tidak ada larangan bagi Arema menggelar pertandingan dengan penonton.

Standar ganda ini sebenarnya yang justru berpotensi membuat situasi tidak kondusif, sebagaimana dikhawatirkan Tri. Standar ganda ini jika diteruskan akan memunculkan ketidakpuasan dan antipati terhadap aparat kepolisian sendiri. Sebagai kelompok yang sering dicap berangasan, Bonek justru memilih bersabar memberikan kesempatan polisi bekerja dan tak melakukan langkah sendiri. Ini tentu harus direspons dan diapresiasi polisi dengan kerja keras.

Dalam hal pengusutan tuntas pembacokan terhadap Andi Peci, katakanlah, Indonesia Police Watch (IPW) sudah menyerukan agar polisi bekerja serius. Ada kekhawatiran, jika polisi tak juga berhasil membekuk pelakunya, Bonek justru bertindak sendiri.

Begitu pula dalam hal perizinan pertandingan. Aparat kepolisian memang memiliki kewenangan untuk mengizinkan atau melarang. Namun, wewenang itu hendaknya digunakan dengan standar yang jelas dan terang-benderang. Tanpa itu, wewenang tersebut hanya akan dianggap sebagai bagian dari merepresi kelompok tertentu dengan dalih suka dan tak suka. Dan, kita tahu, dalam sejarah mana pun, setiap represi akan selalu memunculkan perlawanan, yang kadang pada akhirnya tak pernah bisa ditangani.
Read More --►